Rabu, 13 April 2011

Masih Ngegosip Berarti Masih Peduli


Kearifan lokal yang menyebut bahwa seluruh omongan kita terekam di alam fana, tidak lenyap begitu saja, sebagian terbukti setelah muncul zaman facebook, twitter dan lain-lain dunia Luna Maya. Maksud saya dunia maya yang juga kerap dipakai oleh Luna bahkan pernah membuat kekasih Ariel itu repot menghadapi koalisi infotainment.
Ya, seluruh omongan kita tercatat. Sama dengan zaman Koes Plus, ABBA, Beatles... masa rambut gondrong belah pinggir dan celana gombrang dengan sisir di saku. Bedanya, pada era Bob Dylan dan kawan-kawan itu omongan kita ditranskrip oleh alam. Pada dekade Saiful Jamil ini tutur kata kita di-record oleh sistem informasi dan transaksi elektronik.
Pada waktu jaya-jayanya pelawak S. Bagio dan Srimulat itu tak ada hukum positif bagi gunjingan yang kita lakukan. Paling-paling cuma hukum karma. Konon, semakin kita menggunjing orang, semakin bertambahlah rezeki orang yang kita gunjingkan. Ngrasani,nggosip dan sejenisnya, secara kebalikan dinilai sebagai doa baik buat obyek yang dirasani, sekaligus mengurangi rezeki pihak penggosip. Makanya sebagian temen-temen saya yang masih percaya pada hukum karma itu mesam-mesem saja kalau digosipin. Tapi berharap digosipin juga tidak, karena tambahan rezeki hanya berlaku bagi yang dirasani tanpa berharap dirasani.
Ndak bisa Julia Perez misalnya bilang, "Please gosipin aku dong, biar rezekiku nambah nih..."
Sekarang sudah ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan hukum positif berupa denda dan kurungan. Selain Luna Maya, ada banyak orang lain yang sudah terserempet-serempet pasal-pasal di dalamnya khususnya tentang pencemaran nama baik. Sebut di antaranya Mieke Amalia, Prita, Mario Teguh.
Temen saya, bilang UU ITE sudah bertentangan dengan undang-undang tentang Pers menyangkut kebebasan berekspresi, juga lebih kejam dibanding undang-undang zaman kolonial. Sekarang ngrasani orang bisa sampai empat tahun lebih kurungannya. Bahkan ada yang dendanya sampai Rp 1 milyar.
Temen Saya mengusulkan agar kasus pencemaran nama baik menggunakan undang-undang pers saja, yakni yang dicemarkan cukup diberi ruang dan waktu untuk menggunakan hak jawabnya. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia termasuk yang berkeberatan terhadap ancaman-ancaman hukuman pencemaran nama dalam UU ITE.
Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih manusia itu harus bergunjing?. Waktu masih kuliah di tahun 80-an, pas tahun baru, saya pernah usul ke kawan-kawan serumah kontrakan, gimana kalau kita berjanji selewat pukul 00.00 nanti kita nggak akan bergunjing lagi.
Waktu itu, entah lagi kesurupan apa, saya menilai bergunjing hanya upaya kita untuk mengukuhkan kekuatan diri. Dengan bergunjing, kita akan merasa masih lebih baik daripada orang lain. Tapi, apakah kekuatan diri hanya dapat kita rasakan setelah kita tahu bahwa orang-orang lain ternyata lemah? Bagaimana kalau kita akui kekuatan orang di satu bidang, dan kita punya kekuatan juga di bidang lain?.
Tawaran saya jadi mentah. Temen asal Banyuwangi yang SMA-nya di Malang, kasih jawaban menarik. "Kalau sudah nggak ngrasani orang, berarti kita sudah nggak peduli lagi ama orang," tegasnya.
Wah, hehehe... bener juga ya…


____________________________